Kamis, 29 Maret 2018

Hewan Jelek Teripang Gamat Bernilai Tinggi

Hewan Jelek Teripang Gamat Bernilai Tinggi Dalam setahun, teripang bisa diekspor minimal dengan jumlah hingga 2 juta kilogram. Nilai ekspornya bernilai USD9.4 juta atau sekitar Rp128 miliar.
Teripang, Si Buruk Rupa dari Perairan Dangkal yang Bernilai Ekonomi TinggiSalah satu jenis teripang. (manfaat.co.id/Mongabay Indonesia) Perairan Indonesia yang dikenal memiliki biota laut lengkap dan unik di dunia, ternyata menjadi habitat yang sangat nyaman bagi teripang. Biota laut yang masuk dalam filum Echinodermata itu, bisa tumbuh dan berkembang dengan baik, karena perairan Indonesia memiliki suhu yang sangat pas. Keunikan itu bisa terjadi, karena perairan Indonesia diapit dua samudera besar, Pasifik dan Hindia.
Meski bisa tumbuh subur dan ditemukan dengan mudah, teripang dewasa ini menjadi biota laut yang paling cepat dieksploitasi di Indonesia. Hal itu, terbukti dengan terus meningkatnya jumlah teripang yang diekspor ke berbagai negara di dunia. Dalam setahun, teripang bisa diekspor minimal dengan jumlah hingga 2 juta kilogram.
QnC Jelly Gamat :: Obat Herbal Jelly Gamat QnC Asli 100% Halal
Menurut Peneliti dari Balai Bio Industri Laut Mataram Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Muhammad Firdaus, dengan jumlah hingga mencapai 2 juta kilogram dalam setahun, nilai ekspor teripang sudah bernilai USD9.4 juta atau sekitar Rp128 miliar. “Tetapi, walau bernilai besar, nilai teripang seharusnya bisa lebih besar lagi di pasar internasional. Saat ini, semua teripang yang diekspor ke berbagai negara itu tidak dalam bentuk yang sesuai dengan kehendak pasar,” ungkap dia di Jakarta, pekan lalu. Firdaus menyebutkan, dalam mengekspor teripang, Indonesia melakukannya dalam bentuk hidup, segar, kering, ataupun olahan. Biota laut yang dikenal juga dengan sebutan timut laut (sea cucumber) itu, diprediksi akan menjadi komoditas unggulan di masa mendatang untuk dikirim ke negara lain, karena bernilai ekonomis tinggi.
“Teripang bernilai ekonomis tinggi karena itu adalah bahan pangan yang dipercaya memiliki berbagai manfaat kesehatan. Dan Indonesia telah lama dikenal salah satu produsen utama produk teripang utamanya dari hasil perikanan tangkap,” jelasnya.
Firdaus menjelaskan, dari 1.000 jenis lebih teripang yang ada di dunia, baru sekitar 35 jenis saja yang sudah diperdagangkan. Untuk di Indonesia, teripang yang bernilai ekonomi tinggi adalah teripang pasir (Holothuria scabra) yang harganya di pasar internasional berkisar USD15 hingga USD1.500 per kilogram. Oleh itu, biota laut tersebut termasuk salah satu yang dieksploitasi secara komersial di kawasan tropis. Sebagai komoditas bernilai ekonomi tinggi di Indonesia, Firdaus mengatakan, teripang pasir dikenal juga dengan sebutan teripang gosok atau sandfish. Teripang jenis tersebut, biasanya diekspor dalam bentuk kering ke berbagai negara seperti Tiongkok, Taiwan, Korea, Hong Kong, Singapura, dan sejumlah negara di Eropa. “Khusus di Eropa, kita mengirimnya dalam bentuk olahan siap masak,” jelasnya.
Teripang Gamat Bernilai Tinggi di Perairan Dangkal
Kepala Pusat Penelitian Oseanografi (P2O) LIPI Dirhamsyah, pada kesempatan sama mengatakan, teripang sangat mudah ditemukan di perairan dangkal, terutama di wilayah perairan Indo-Pasifik. Kata dia, tempat hidup teripang adalah di perairan dangkal berupa ekosistem padang lamun dengan substrat pasir berlumpur.
Mengingat lokasi yang mudah ditemukan oleh nelayan dan juga karena bernilai ekonomi tinggi, teripang menjadi mudah dieksploitasi hingga diperdagangkan dengan volume yang besar. Kondisi itu, membuat spesies teripang terus mengalami praktik tangkapan berlebih (overfishing) dari waktu ke waktu.
“Teripang pasir diambil secara terus menerus dari alam tanpa memperhatikan umur dan ukuran, dari anakan muda sampai dewasa. Hal ini dilakukan untuk memenuhi tingginya permintaan pasar,” ungkap dia.
Dengan kemudahan lokasi untuk menangkap, Dirhamsyah menambahkan, eksploitasi semakin tidak terbendung dan kondisi itu diperparah dengan tidak adanya manajemen stok yang baik. Padahal, tanpa adanya manajemen stok, itu akan berdampak pada penurunan populasi teripang di seluruh dunia, termasuk di Indonesia yang dikenal luas sebagai produsen teripang di dunia.
Ancaman yang dihadapi teripang, membuat the International Union for Conservation of Nature (IUCN) memasukkannya sebagai satwa yang terancam (endangered). Menurut Dirhamsyah, untuk mencegah terjadinya penurunan dan kepunahan spesies teripang, diperlukan teknologi budidaya untuk mengembangkan komoditas tersebut.
“Itu sekaligus untuk mendukung upaya konservasi, usaha budidaya, dan sekaligus penyediaan bahan baku pangan,” tandas dia. Sebelum penelitian yang dilakukan LIPI sekarang, penelitian teripang sebagai budidaya sudah dilakukan oleh P2O sejak 1994 melalui penemuan awal pengembangan tahap selanjutnya. Kemudian, pada 2011, Balai Bio Industri Laut (BBIL) LIPI mulai melaksanakan kegiatan penelitian dan pengembangan budidaya teripang pasir dalam skala komersial. Hingga sekarang, BBIL telah menguasai teknik pemeliharaan dan pematangan gonad induk, teknik rangsang pijah dan pemijahan, teknik pemeliharaan larva, teknik budidaya pakan alami larva yang dilaksanakan di laboratorium, teknik pendederan anakan. Melalui penguasaan teknologi pembenihan, sejak 2015 panti benih BBIL LIPI sudah memproduksi benih secara massal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar